Sekuat tenaga Lile mencoba melepaskan diri dari ketindihan yang dialaminya sore itu. Kalimat ta’awuz berulang-ulang dibacanya dalam hati. Demikian juga Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas. Beruntung, hanya berselang 10 menit, ketindihannya berakhir. “Kenapa memang ki tidur waktu magrib?” tanya sang ibu setelah Lile menceritakan ketindihan yang baru dialaminya. “Kecapean ka , Bu, ndak sadar ka tertidur. Eh, tahu-tahu ketindihan pas mau bangun,” cerita Lile. Lile merasa ketindihannya kali ini lebih sakit dibanding dulu waktu di asrama. Sore itu, ia merasa lebih lelah. Bukan hanya karena perjalanannya dari Malino, tapi, ada sensasi aneh yang lebih kuat dirasakan Lile seperti menimpa tubuhnya. Usai makan malam, Lile dan ibunya duduk di balkon rumah. Ibunya banyak bertanya perihal sekolah Lile di Malino. Tetapi, Lile enggan bercerita panjang. Baginya, ada banyak hal yang menurutnya tak perlu diketahui oleh ibunya. “Bu, kita tahu apa itu Parakang?” tany...