Langsung ke konten utama

Surat Dari Cahaya Untuk Langit & Smudama

Langit, begitu aku memanggilmu.
Mengapa? Karena bagiku, kamu langit yang menenangkan dan tempatku merasa nyaman.

Langit, bagaimana kabarmu kini?
Lama tak bersua, mungkin sudah enam tahun kita tak bertemu.

Aku masih ingat, saat itu, saat terakhir kita bertemu.
Kita begitu kikuk setelah lulus dari seragam putih abu- abu.
Lulus di kampus yang berbeda, kota yang berbeda, dan jurusan yang berbeda.

Ya, mungkin itu saatnya kita berpisah.
Biarkan kita masing-masing mengejar mimpi.

Tidak mudah bagiku dan aku yakin kau pun begitu.
Ada harap, cemas, dan juga harapan yang tak tahu akan berujung apa.

Kini, enam tahun telah berlalu.
Aku masih tersipu mengingat percakapan kita beberapa hari lalu.
Tentang mimpi dan harapan bersama.
Dan terkadang, mengenang masa lalu saat kita masih bersama.
Kita tak pernah tahu, bagaimana takdir akan membawa kita nanti.

Meski hanya lewat media percakapan Whatsapp,
tapi tetap saja, masih serasa seperti mimpi.
Tiba- tiba, ingatanku terlintas beberapa tahun lalu.
Saat kita masih belajar di sekolah yang sama,
Sekolah Andalan” kita bersama.

Masa putih abu-abu memang selalu penuh kenangan. Ketika virus merah jambu mulai menghiasi masa-masa kelas 2 SMA. Ya! Aku tahu, beberapa teman seangkatanku pun merasakan itu. Seperti kisah kasih di sekolah. Ada yang bahkan merasakannya saat baru masuk sekolah. Manusiawi? Hmm, namanya juga anak remaja.

Saat itu, aku masih belum yakin dengan sebuah hubungan yang dinamakan “pacaran”. Bagiku, status itu hanya akan melukai satu sama lain. Bila bersama, mungkin akan bahagia di awal. Namun, bila berakhir, akan menjadi orang asing. Bagiku, lebih baik berteman atau bersahabat saja. Ya! Meski aku tak munafik, ada rasa yang berbeda denganmu, wahai “Langit”.

Jadi, kita hanya sebatas teman yang bisa dikatakan teman spesial.
Teman-teman yang lain pun tahu itu.
Yang terpenting, kita merasa saling nyaman.

Perpustakaan Anakukang pernah menjadi saksi bisu kenangan itu.
Saat kita belajar bersama menjelang ujian nasional.
Dan sebuah ruangan tempat kita berkegiatan dalam organisasi.
Bersama, saat kau menjadi ketua dan aku sekretarisnya.

Di ruang saji, di salah satu meja. Tempat itu pernah jadi saksi bisu, saat kita satu meja makan. Bersama satu lagi teman perempuan. Di sana kita bertiga saat kelas 3 SMA. Ada beberapa kisah lucu, namun ada kalanya, kita juga saling diam membisu.

Aku tersenyum jika mengingat kenangan itu.

Kamarku juga pernah menjadi saksi bisu, saat aku tersenyum membaca pesan dari Langit. Saat kami saling memberi semangat untuk menjalani hari. Terutama masa olimpiade dan ujian nasional. Itu juga yang menjadi salah satu motivasiku untuk menyumbangkan piala. Setidaknya, satu piala selama aku sekolah di SMUDAMA.

Mungkin, pertama kalinya dalam hidupku ada seorang lelaki yang memberi hadiah.
Hadiah coklat dan hal-hal manis berupa buku di hari ulang tahunku.
Dan terjadi dalam beberapa tahun berturut- turut.
Terkadang juga kiriman makanan, saat ada Bazar Internal di ruang saji.
Dan kiriman itu melalui adik kelas? Haha, ada-ada saja ya.

Bagiku, Langit dan Smudama adalah hal yang tidak terpisahkan.
Terima kasih sudah pernah hadir dalam hidupku dan mewarnai kisahku di masa putih abu-abu.

Semoga kita yang sudah terpisah jarak selama enam sampai tujuh tahun ini dapat bertemu lagi.
Di waktu yang tepat. Mungkin bisa mengenang masa-masa itu lagi. Atau setidaknya, masih bisa bertegur sapa sebagai teman.

Semoga dimudahkan segala urusanmu dan segala hal-hal baik yang menantimu.
Doaku selalu teriring padamu.
Semoga selalu sehat dan berkah menyertai harimu.
Selamat ulang tahun juga untuk SMUDAMA tercintaku.

Terima kasih sudah mempertemukanku dengan Langit.
Terima kasih telah mengajarkan aku tentang kehidupan.
Semoga selalu terlahir generasi kesatria bangsa, jaya selamanya.

Salam rindu dari Cahaya, teman baikmu.


Penulis : Biruhmuda
Gambar : Dokpri Penulis
Editor & Ilustrasi : Uli’ Why

Mohon untuk tidak menyalin informasi / isi konten.
Hak cipta : celotehanakgunung.com
Email : literasi.anakgunung@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Lagu Ribas Lelaki Yang Menangis

Lagu Ribas berjudul lelaki yang menangis dirilis tahun 2003. Lagu ini cukup populer di kalangan generasi 90-an. Penyanyi bernama lengkap Mohammad Ridha Abbas ini juga menyelipkan lirik berbahasa Bugis di antara lagunya. Sebagai putera kelahiran Pare-pare, Ribas nampaknya ingin mengeksplorasi budaya Bugis lewat syair yang ia tulis. Banyak yang penasaran dengan arti lirik Bugis tersebut. Apa maknanya? Simak penjelasan berikut. Arti Lirik Bugis La Ribas, mageni muterri Sierang iya de’na wengka usailaiko (Ribas, kenapa engkau menangis Sedang aku tak pernah meninggalkanmu) La Ribas, mageni muterri Sierang iya lona rewe, namo depa wissengi (Ribas, kenapa engkau menangis, sedang aku sudah mau pulang, namun aku belum tahu) Penjelasan Dalam Bahasa Bugis La adalah kata sandang untuk panggilan anak lelaki dan pada perempuan menggunakan kata (i) Contoh : La Baco (dia lelaki) dan I Becce (dia perempuan) Ko dan mu adalah klitika dalam dialeg Sulawesi Selatan yang artinya kamu Contoh : Usailak...

Peduli Itu Ada Aksi

Peduli itu ada aksi Bukan sekadar susunan diksi Penyemangat menyentuh hati Cuma berbasa-basi Ingin keadaan berubah lakukan usaha bukan mengkhayal dan berwacana saja berharap keajaiban dari Allah Kamu punya mimpi ajak kawan berdiskusi cari solusi ikut berkontribusi bukan cuma nunjuk jari berlagak bossy Peduli itu meluangkan waktu melakukan sesuatu ikut bantu Jaman sudah canggih Tinggal mainkan jemari Klik share, like, bantu promosi Aksi kecil tapi berarti Baca juga : Wahai Pengumbar Mimpi Penulis & Ilustrasi : Uli’ Why Gambar : yukbisnis.com

Qinan Rasyadi, Sabet Juara & Kejar Cita-Cita Lewat Kimia

Cita-cita boleh berubah, tapi usahanya harus tetap sama. Dulu pengen jadi pengusaha, sekarang “ engineer ” di depan mata. *** Muhammad Qinan Rasyadi, pemuda asal Makassar kelahiran 2006 ini baru saja lulus SMA. Dalam acara penamatan siswa yang digelar secara hybrid di Ruang Saji Maccini Baji, Kompleks SMAN 5 Gowa (Smudama) pada Rabu (22/05/2024), Qinan diganjar penghargaan Sakura Prize . Sakura Prize adalah penghargaan tahunan berupa plakat dan beasiswa tunai dari alumni Smudama Jepang. Serupa dengan Sakura Prize tahun 2022 dan 2023, tahun ini pun beasiswanya Rp. 3.000.000. Awalnya berseragam putih abu-abu, Qinan harus menjalani sekolah online selama satu semester di tengah pandemi Covid-19 . Baru pada Januari 2022, ia masuk asrama Smudama. Sekolah offline rupanya membuat Qinan makin giat belajar. Sejumlah prestasi berhasil ditorehkan selama menjadi siswa Smudama. Ia juga turut mewakili Sulawesi Selatan dalam ajang olimpiade sains tingkat nasional pada tahun 2022 dan 20...