Langsung ke konten utama

Salah Jangan Berulah, Mari Menjadi Pembelajar!

Salah benar itu akan selalu berjalan beriringan. Dimana letak salah, di seberang itu pula ada sentuhan kebenaran. Ketika salah jangan berulah, mari menjadi pembelajar!

Manusiawi bila kita masih pernah berada dalam ring kesalahan. Namun, yang lebih tidak manusiawi apabila kesalahan itu berulang dan terus berulang. Sebab entitas yang membedakan antara kita dan makhluk lain adalah kemampuan kita untuk memperbaiki diri dan bukan terjebak dalam kubangan yang sama.

Entah siapapun dia, selama masih berwujud makhluk hidup, pernah melakukan kesalahan, hal bodoh, dan mengalami pasang surut di kehidupan.

Titik terendah dari apa yang kita lakukan harus menjadi suatu masukan aktif untuk bisa merefleksi apa yang salah dari semua hal tersebut.

Oleh karena itu, merugilah orang yang tidak membentuk dirinya sebagai makhluk pembelajar. Orang yang hanya menafsirkan nafsu dengan mengebiri pengetahuan yang baik ke depannya.

Ketika salah jangan berulah, mari menjadi pembelajar !

Belajar adalah suatu proses penguatan diri untuk mentransformasikan nilai yang terkandung dari apa yang didapatkan.

Coba kita merefleksikan sejenak, bagaimana lemahnya kita waktu keluar dari rahim ibu. Tidak ada yang bisa kita lakukan selain erangan yang berkepanjangan. Memelas dan semua bertumpu pada satu titik, yaitu belas kasih dari orang terdekat kita.

Oleh karena labelitas kita sebagai makhluk sosial tak bisa dinafikan dalam hidup ini, maka sudah sepatutnya kita harus tetap pada posisi belajar dalam rotasi kehidupan. Apakah itu yang tersirat maupun yang tersurat.

Labelitas makhluk pembelajar adalah kodrat alamiah dari diri kita yang harus menjaga kelangsungan hidupnya untuk bisa survive di kemudian hari.

Dengan belajar, kita mampu memperkuat sisi positif yang ada dalam diri kita.
Dengan belajar kita mampu memberi warna dan energi tersendiri dari setiap kegagalan yang ada.

Askarim

Rentetan proses dalam ruang kehidupan kita banyak menyajikan drama yang nyata. Sehingga cara menanggapi dan menerima permasalahannya juga akan beragam.

Orang yang memperbesar masalah akan menjadi pribadi kerdil.

Pribadi yang biasa saja akan selalu memperbincangkan masalah hingga dia larut dalam masalah yang ada. Sedangkan pribadi pembelajar akan melihat sisi masalah sebagai untaian yang solutif dan produktif.

Pribadi pembelajar akan selalu menjadi orang besar, karena baginya masalah ada untuk dihadapi dan dicari solusinya. Individu pembelajar menerima masalah dengan lapang dada. Dia selalu menasbihkan rasa syukur sehingga dia menjelma menjadi orang yang bijak.

Salah jangan berulah, mari menjadi Pembelajar!

Sisi positif dari pribadi yang positif adalah kemampuan melihat peluang besar dari celah masalah yang dihadapi. Dia mampu menjadikan masalah yang ada sebagai lahan untuk menyemai produktivitas diri.

Yang tak kalah esensial dari manusia pembelajar adalah ia senantiasa tidak akan mengurangi kadar keimanannya dalam menghadapi masalah. Bahkan dengan lahirnya masalah, individu pembelajar akan mendulang derajat kapasitas diri dari untaian masalah yang ada.

Mari menjadi pembelajar dan terus belajar. Sebab bonus dari pengetahuan dan ilmu yang kita miliki tidak akan membias. Ia akan menyapamu entah hari ini, esok, dan nanti. Yang pasti, ia akan mengangkat derajat hidupmu. Bukan menjadi orang kaya, tapi akan menjadi pribadi yang bahagia.

Pendidikan yang sehat adalah pendidikan yang menakar segala ruang kehidupan, sehingga tercipta pola keseimbangan dan mampu menjaga ritme keseimbangan itu. Ruas dan sendi pendidikan yang menjadi ranah formal untuk menjaga tautan keseimbangan itu adalah sekolah.

Sekolah merupakan suatu wadah terjadinya transformasi keilmuan secara langsung, di mana anak memasuki fase untuk didik dengan dibatasi ruang dan kelas. Mereka diharuskan untuk bisa bertransformasi baik secata akademik maupun secara non-akademik. Ukuran-ukuran ini tentunya menjadi keharusan bagi anak yang masuk dalam domain yang telah ditentukan oleh sekolah.

Hakikatnya, sekolah yang baik adalah sekolah yang mampu menjaga pola keseimbangan dan tatanan antara ranah akademik dan non-akademik. Sehingga, anak bukan hanya sekedar mengukur tingkatan akademik yang meroket dan segenap kemampuan lainnya.

Namun, kerentanan dalam dunia pendidikan sekarang ini adalah mengawal dan mendeteksi secara dini masalah emosi anak.

Apalagi dalam fase pandemi sekarang ini, di mana kemampuan anak dalam menguasai teknologi sudah sangat mumpuni. Mereka terbiasa dengan arus teknologi tersebut. Anak sudah jago mencari informasi dan belajar dari internet dengan segudang informasi yang tersaji.

Kerentanan yang mereka hadapi sekarang adalah bagaimana mengatasi fluktuasi emosi, rasa dendam, rasa cinta, dan benci yang ikut terutak-atik. Ditambah lagi dengan arus kas orang tua yang mumet memikirkan ekonomi serta kehidupan di sekelilingnya yang semua serba terbatas dan kekurangan.

Fase pandemi bukan hanya menjaring jarak sosial. Tapi juga menyebabkan banyak keluarga tumbang karena ketidakpastian ekonomi, sehingga berimbas pada anak-anak mereka.

Bukan cerita usang tingginya angka perceraian di fase pandemi karena beban ekonomi yang begitu terasa. Hal itu tentunya menjadi salah satu muara perkembangan emosional anak yang akan ikut terguncang. Keruwetan masalah dari keluarga akan berimbas pula pada sekolah tempat anak mengarungi ilmu.

Di tengah permasalahan ini, sudah semestinya sekolah mampu mendeteksi secara awal perkembangan emosional anak. Selain itu, sekolah harus mampu menawarkan solusi yang bermakna bagi siswa terhadap permasalahan yang mereka alami.

Pendidik harus mampu melihat dan menjadi detektor nyata bagi anak didiknya sehingga tidak terlalu jauh terperosok ke dalam lautan masalah yang mereka hadapi. Kepekaan pendidik terhadap permasalahan anak menjadi lahan solutif dan berkah bagi anak dan sekolah.

Pendidik yang bijak adalah solusi cerdas kelangsungan hidup semesta. Tangan hangat mereka akan menjadi berkah bagi alam dan segenap isinya.

Sudah selayaknya cara kerja pendidik bukan seperti mesin fotokopi yang hanya menyajikan model serupa bagi anak didiknya. Semakin mirip semakin bagus dan akan mendapat nilai akademik yang tinggi. Hal ini mengakibatkan anak didik lupa harus berpikir seperti apa, setelah lepas dari jenjang pendidikan. Mereka kehilangan identitas dirinya karena terbiasa disodorkan akan kemiripan dan keharusan.

Pendidik yang bijak akan mengasah potensi berpikir untuk keluar dari kotak yang mengungkungnya. Agar bisa bersilaturahmi dan bersedekah dengan keilmuan yang telah mereka dapatkan, sehingga melahirkan ekosistem pendidikan yang beradab dan bermakna bagi sesama.

Berikan tanggung jawab moral pada anak didik untuk bisa menjadi bagian dari permasalahan. Hal ini akan merenggut krisis kerentanan dalam membangun identitas sebagai makhluk berpikir.

Libatkan dalam berkarya, bukan sekedar memberikan motivasi dengan sekedar wejangan semata.

Anak-anak sudah kenyang dengan kata bijak yang mereka dapatkan di beranda media sosial yang ada. Ajak dan temani mereka dalam berkarya sehingga menghasilkan bentuk yang sebisa mungkin menjadi asupan bagi kecakapan mereka ke depan.

Wadah untuk menjaring produktivitas telah tersedia. Berikan tantangan yang positif pada anak didik kita dengan menghiasi beranda media sosial mereka dengan bubuhan tulisan yang bermakna baginya dan para pembacanya.

Membiasakan mereka bernarasi positif di beranda masing-masing. Sehingga ada umpan balik dari apa yang mereka tuliskan. Banyak yang terjadi, di beranda media sosial, para anak didik kita miskin akan tulisan atau tautan yang bersifat mendidik. Karena kita tidak membiasakan mereka akan makna dari produktivitas itu sendiri.

Sekedar memberi saran saja, tidak akan terlalu berkesan bagi anak-anak. Oleh karenanya, libatkan dalam suatu proyek yang mengharuskan mereka menghiasi pesan positif dari beranda mereka.

Salah jangan berulah, mari menjadi pembelajar!

Penulis : Askarim
Editor : Efie Thaha
Gambar : eLearning Industry

CATATAN :
Entitas = Satuan yang berwujud; maujud
Fluktuasi = Ketaktetapan; kegoncangan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Lagu Ribas Lelaki Yang Menangis

Lagu Ribas berjudul lelaki yang menangis dirilis tahun 2003. Lagu ini cukup populer di kalangan generasi 90-an. Penyanyi bernama lengkap Mohammad Ridha Abbas ini juga menyelipkan lirik berbahasa Bugis di antara lagunya. Sebagai putera kelahiran Pare-pare, Ribas nampaknya ingin mengeksplorasi budaya Bugis lewat syair yang ia tulis. Banyak yang penasaran dengan arti lirik Bugis tersebut. Apa maknanya? Simak penjelasan berikut. Arti Lirik Bugis La Ribas, mageni muterri Sierang iya de’na wengka usailaiko (Ribas, kenapa engkau menangis Sedang aku tak pernah meninggalkanmu) La Ribas, mageni muterri Sierang iya lona rewe, namo depa wissengi (Ribas, kenapa engkau menangis, sedang aku sudah mau pulang, namun aku belum tahu) Penjelasan Dalam Bahasa Bugis La adalah kata sandang untuk panggilan anak lelaki dan pada perempuan menggunakan kata (i) Contoh : La Baco (dia lelaki) dan I Becce (dia perempuan) Ko dan mu adalah klitika dalam dialeg Sulawesi Selatan yang artinya kamu Contoh : Usailak...

Peduli Itu Ada Aksi

Peduli itu ada aksi Bukan sekadar susunan diksi Penyemangat menyentuh hati Cuma berbasa-basi Ingin keadaan berubah lakukan usaha bukan mengkhayal dan berwacana saja berharap keajaiban dari Allah Kamu punya mimpi ajak kawan berdiskusi cari solusi ikut berkontribusi bukan cuma nunjuk jari berlagak bossy Peduli itu meluangkan waktu melakukan sesuatu ikut bantu Jaman sudah canggih Tinggal mainkan jemari Klik share, like, bantu promosi Aksi kecil tapi berarti Baca juga : Wahai Pengumbar Mimpi Penulis & Ilustrasi : Uli’ Why Gambar : yukbisnis.com

Qinan Rasyadi, Sabet Juara & Kejar Cita-Cita Lewat Kimia

Cita-cita boleh berubah, tapi usahanya harus tetap sama. Dulu pengen jadi pengusaha, sekarang “ engineer ” di depan mata. *** Muhammad Qinan Rasyadi, pemuda asal Makassar kelahiran 2006 ini baru saja lulus SMA. Dalam acara penamatan siswa yang digelar secara hybrid di Ruang Saji Maccini Baji, Kompleks SMAN 5 Gowa (Smudama) pada Rabu (22/05/2024), Qinan diganjar penghargaan Sakura Prize . Sakura Prize adalah penghargaan tahunan berupa plakat dan beasiswa tunai dari alumni Smudama Jepang. Serupa dengan Sakura Prize tahun 2022 dan 2023, tahun ini pun beasiswanya Rp. 3.000.000. Awalnya berseragam putih abu-abu, Qinan harus menjalani sekolah online selama satu semester di tengah pandemi Covid-19 . Baru pada Januari 2022, ia masuk asrama Smudama. Sekolah offline rupanya membuat Qinan makin giat belajar. Sejumlah prestasi berhasil ditorehkan selama menjadi siswa Smudama. Ia juga turut mewakili Sulawesi Selatan dalam ajang olimpiade sains tingkat nasional pada tahun 2022 dan 20...