Langsung ke konten utama

Kakek dan Sepeda Merahnya

Kata orang-orang, jangan tunggu menua baru rajin ibadah. Karena ajal menjemput bisa kapan saja. Tak peduli berapa usianya, jika sudah waktunya, ia pasti akan kembali menghadap-Nya.

Rumah kami memang tak jauh dari masjid. Tapi, kakek selalu pergi lebih awal, sebelum azan berkumandang. Meski mampu mengendarai motor, tapi ia lebih memilih naik sepeda. Sesibuk apapun dan bagaimana pun kondisinya, ia selalu menyempatkan salat berjamaah di masjid.

Sepeda tua berwarna merah dan sebuah senter jadul menjadi teman setia kakek setiap kali ke masjid. Tidak peduli pada cuaca dingin, kondisi gerimis, bahkan dalam suasana gelap gulita saat lampu penerang jalan bermasalah, kakek tetap bersemangat mengayuh sepedanya pergi.

Anak dan cucunya selalu menjadi penyemangat kakek dari rumah. Turut menjadi saksi kegigihan pria tua itu mengayuh sepeda merahnya.Hingga suatu hari, kabar duka itu datang, kakek menjemput ajal saat hendak menunaikan salat magrib berjamaah di masjid.

***

Azan magrib tak hanya menyisakan rindu bagiku. Saat menatap langit dan melihat lembayung senja mulai bersemayam di antara awan, kenangan masa kecil itu selalu menyeruak dalam relung hati.  

Ramadan bersama kakek di kampung halaman menjadi cerita istimewa tersendiri bagiku. Beberapa kali, aku meniru kebiasaan kakek saat Ramadan. Seperti, saat tilawah Al-Qur’an di siang hari, aku mengikutinya membaca di dipan di bawah rumah panggungnya. Saat belajar berpuasa pertama kalinya, kakek juga yang membangunkanku untuk sahur. Waktu itu, aku baru kelas 3 SD. Meski puasa pertamaku tak sampai seharian penuh, tapi ia tetap menyemangatiku untuk berpuasa kembali.

Kakek tetap pergi ke sawah atau ke kebun saat Ramadan. Energinya seperti tak pernah surut. Ibuku bahkan pernah mengatakan jika kakek akan sakit jika tinggal berdiam diri di rumah. Tubuhnya telah menua tapi semangatnya seperti anak muda. Dan, sepeda tua merah itu menjadi saksi bisu, kegigihan kakek dalam bekerja dan beribadah.

Aku selalu meminjam sepeda kakek untuk bermain dan berkeliling di halaman belakang rumah. Rasanya, tak ada sepeda yang senyaman punya kakek saat dikayuh. Sayangnya, sepeda itu kini sudah lenyap. Hancur saat kakek mengalami kecelakaan dan rongsokannya entah sudah dijual atau diambil orang.

Sepeda itu menyisakan banyak kenangan akan masa kecilku. Setiap kali melihat sepeda berwarna merah, aku selalu teringat pada kakek. Kini, sudah 10 Ramadan tanpa kehadiran kakek, hanya doa yang bisa aku kirimkan padanya. Semoga kelak kami dipertemukan lagi di Surga-Nya.

Day 3 – Ide : Azan (3)
Gambar : Christin Hume

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna Lagu Ribas Lelaki Yang Menangis

Lagu Ribas berjudul lelaki yang menangis dirilis tahun 2003. Lagu ini cukup populer di kalangan generasi 90-an. Penyanyi bernama lengkap Mohammad Ridha Abbas ini juga menyelipkan lirik berbahasa Bugis di antara lagunya. Sebagai putera kelahiran Pare-pare, Ribas nampaknya ingin mengeksplorasi budaya Bugis lewat syair yang ia tulis. Banyak yang penasaran dengan arti lirik Bugis tersebut. Apa maknanya? Simak penjelasan berikut. Arti Lirik Bugis La Ribas, mageni muterri Sierang iya de’na wengka usailaiko (Ribas, kenapa engkau menangis Sedang aku tak pernah meninggalkanmu) La Ribas, mageni muterri Sierang iya lona rewe, namo depa wissengi (Ribas, kenapa engkau menangis, sedang aku sudah mau pulang, namun aku belum tahu) Penjelasan Dalam Bahasa Bugis La adalah kata sandang untuk panggilan anak lelaki dan pada perempuan menggunakan kata (i) Contoh : La Baco (dia lelaki) dan I Becce (dia perempuan) Ko dan mu adalah klitika dalam dialeg Sulawesi Selatan yang artinya kamu Contoh : Usailak...

Peduli Itu Ada Aksi

Peduli itu ada aksi Bukan sekadar susunan diksi Penyemangat menyentuh hati Cuma berbasa-basi Ingin keadaan berubah lakukan usaha bukan mengkhayal dan berwacana saja berharap keajaiban dari Allah Kamu punya mimpi ajak kawan berdiskusi cari solusi ikut berkontribusi bukan cuma nunjuk jari berlagak bossy Peduli itu meluangkan waktu melakukan sesuatu ikut bantu Jaman sudah canggih Tinggal mainkan jemari Klik share, like, bantu promosi Aksi kecil tapi berarti Baca juga : Wahai Pengumbar Mimpi Penulis & Ilustrasi : Uli’ Why Gambar : yukbisnis.com

Qinan Rasyadi, Sabet Juara & Kejar Cita-Cita Lewat Kimia

Cita-cita boleh berubah, tapi usahanya harus tetap sama. Dulu pengen jadi pengusaha, sekarang “ engineer ” di depan mata. *** Muhammad Qinan Rasyadi, pemuda asal Makassar kelahiran 2006 ini baru saja lulus SMA. Dalam acara penamatan siswa yang digelar secara hybrid di Ruang Saji Maccini Baji, Kompleks SMAN 5 Gowa (Smudama) pada Rabu (22/05/2024), Qinan diganjar penghargaan Sakura Prize . Sakura Prize adalah penghargaan tahunan berupa plakat dan beasiswa tunai dari alumni Smudama Jepang. Serupa dengan Sakura Prize tahun 2022 dan 2023, tahun ini pun beasiswanya Rp. 3.000.000. Awalnya berseragam putih abu-abu, Qinan harus menjalani sekolah online selama satu semester di tengah pandemi Covid-19 . Baru pada Januari 2022, ia masuk asrama Smudama. Sekolah offline rupanya membuat Qinan makin giat belajar. Sejumlah prestasi berhasil ditorehkan selama menjadi siswa Smudama. Ia juga turut mewakili Sulawesi Selatan dalam ajang olimpiade sains tingkat nasional pada tahun 2022 dan 20...